Reportase The 26th WONCA Asia Pacific Regional (APR) Conference 2025

Reportase The 26th WONCA Asia Pacific Regional (APR) Conference 2025

PKMK-Busan. Sejalan dengan Upaya pencapaian Sustainable Development Goals ke 3, khususnya SDG 3: Good Health and Well-being, Konferensi WONCA Asia Pasifik 2025 resmi dibuka di Busan dan perwakilan dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM berkesempatan menghadiri konferensi internasional ini (24/4/2025). Acara dibuka dengan sambutan dari Walikota Busan, yang menyambut hangat para peserta internasional serta menyoroti komitmen Busan dalam mendukung transformasi kesehatan global. Busan sendiri telah dinobatkan sebagai kota paling layak huni ke-6 di Asia selama dua tahun berturut-turut, mencerminkan kualitas hidup dan layanan publik yang tinggi—termasuk dalam bidang kesehatan.

Transformasi Layanan Primer: Kunci Mewujudkan Kesehatan Universal

Sesi pembukaan dilanjutkan oleh Ketua Panitia Konferensi, Dr. Sung Sunwo, yang memberikan pengantar mengenai pentingnya transformasi layanan kesehatan primer (primary care) dalam menjawab tantangan global, terutama peningkatan penyakit tidak menular (non-communicable diseases/NCDs).

Presiden Korean Academy of Family Medicine, Dr. Jae-Heon Kang, bersama Presiden WONCA Asia Pacific Region, Brian Chang, menekankan bahwa pelayanan primer bukan hanya soal akses, tetapi juga menyangkut nilai, kualitas, dan pemerataan layanan kesehatan. Negara dengan sistem PHC yang kuat terbukti memiliki akses kesehatan yang lebih setara, terutama bila mengedepankan pendekatan berbasis masyarakat (people-centred care).

Peran Vital Dokter Keluarga dalam Sistem Kesehatan Berkelanjutan

Dr. Karen Flegg, Presiden WONCA Global, menyampaikan bahwa dokter keluarga (family doctors) memainkan peran sentral dalam mengubah wajah layanan kesehatan. Dengan pendekatan yang komprehensif dan berbasis komunitas, PHC yang diperkuat oleh kedokteran keluarga mampu memberikan hasil terbaik dengan biaya terendah, sekaligus meningkatkan kepuasan pasien.

Karen menyoroti tiga pilar penting dalam mewujudkan cakupan kesehatan semesta (UHC):

  1. Menekan biaya layanan kesehatan,
  2. Meningkatkan investasi pada pelayanan primer, dan
  3. Mengalihkan pendanaan dari rumah sakit sekunder dan tersier ke layanan primer.

“A health system where primary care is the backbone and family medicine the bedrock, delivers best outcomes, lowest cost, and better satisfaction,” ujar Dr. Flegg, mengutip Margaret Chan, mantan Dirjen WHO.

WONCA sendiri berperan sebagai advokat utama bagi penguatan family medicine, mulai dari pengakuan peran tenaga medis dalam sistem PHC, pentingnya investasi dalam pendidikan kedokteran keluarga, hingga perlunya strategi kesehatan yang sadar akan krisis iklim (climate-conscious healthcare), dimana layanan primer memiliki peran penting dalam mengatasi isu-isu lingkungan dan kesehatan.

Mengenali Kebutuhan Gen Z: Pelayanan Kesehatan yang Culturally Competent

Dalam upaya menjembatani kesenjangan generasi, Indonesian College of Family Medicine memimpin sesi workshop bertajuk “Meeting Gen Z Where They Are”, yang bertujuan mengembangkan layanan kesehatan yang culturally competent dan relevan bagi generasi muda.

Dr. Fitriana Ekawati, MPH, PhD, Sp.KKLP dari FK-KMK UGM membuka sesi dengan menggambarkan karakter Gen Z serta perbedaan ekspektasi mereka terhadap pelayanan kesehatan, dibandingkan dengan penyedia layanan yang mayoritas dari generasi sebelumnya. Mahasiswa UGM turut memberikan perspektif langsung mengenai kebutuhan dan harapan mereka terhadap sistem kesehatan yang lebih fleksibel, interaktif, dan berorientasi pada pengguna.

dr. Trevino Aristarkus Pakasi, FS, MS, Sp.KKLP, PhD dari Universitas Indonesia menambahkan pentingnya inovasi dan adaptasi dalam pelayanan primer di berbagai negara. Inovasi yang dibahas mencakup layanan digital, klinik khusus remaja, hingga penyediaan fasilitas seperti colokan listrik dan ruang konsultasi yang nyaman serta aman bagi remaja. Trevino menekankan enam prinsip layanan ramah Gen Z: lingkungan inklusif, pemisahan ruang dewasa dan remaja, fasilitas ramah remaja, layanan sensitif budaya, fleksibilitas, dan kolaborasi. Fokus utama adalah pada penanganan NCD, kesehatan mental, kesehatan reproduksi, penyalahgunaan zat, dan layanan akut.

Keterampilan Dokter dalam Memberdayakan Pasien Muda

Dr. dr. Dhanasari Vidiawati Sanyoto, M.Sc., CM-FM., Sp.DLP mengakhiri sesi dengan membahas kompetensi penting yang harus dimiliki tenaga kesehatan dalam membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan pasien remaja. Diantaranya adalah komunikasi empatik, fleksibilitas waktu layanan, penghargaan terhadap kemandirian pasien, serta penekanan pada pentingnya consent dan confidentiality dalam setiap konsultasi. Dokter harus mampu menjadi mitra yang memberdayakan, bukan sekadar penyedia layanan, serta membuka ruang diskusi yang jujur dan saling menghargai.

Implikasi Kebijakan

Bagi Indonesia yang saat ini tengah menjalankan transformasi sistem kesehatan, perlu mengemas integrasi layanan primer dan cek kesehatan gratis, dua perubahan terkini di pelayanan primer, dengan pendekatan berbasis keluarga. Temuan dan rekomendasi dari forum ini menegaskan pentingnya investasi pada kedokteran keluarga, pengembangan kompetensi tenaga kesehatan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan generasi muda, adopsi inovasi berbasis teknologi, serta dukungan JKN untuk pelayanan yang berbasis family medicine. Kebijakan Indonesia ke depan perlu semakin menekankan pada pendekatan people-centred care yang berkelanjutan, adil, dan efisien guna mendukung pencapaian Universal Health Coverage dan SDG 3 secara nasional.

 

PKMK-Busan. Hari kedua 26th WONCA Asia Pacific Regional Conference 2025 memperlihatkan dinamika penting dalam transformasi layanan kesehatan, dengan fokus pada sistem pembayaran berbasis nilai (Value Based Payment) dan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk memperkuat koneksi antara pasien dan penyedia layanan.

Sesi pertama dibuka oleh Prof. Serng-Bai Pak dari National Health Insurance Ilsan Hospital, Korea, yang membawakan materi berjudul “Toward Value-based Payment in Korean Healthcare: Challenges and Opportunities in Crisis”. Dalam paparannya, Prof. Pak menjelaskan bahwa value-based care (VBC) berfokus pada peningkatan kualitas pelayanan, koordinasi antarpenyedia layanan, pengalaman pasien, serta penggunaan insentif berbasis hasil. Model ini menggeser pendekatan tradisional fee-for-service menuju sistem yang mendorong pencegahan, intervensi dini, serta perawatan berbasis data.

Prof. Pak mencontohkan pengembangan Accountable Care Organization (ACO) di Korea, yang mengintegrasikan rumah sakit, fasilitas layanan primer, dan komunitas. Langkah awal pembangunan ACO adalah melakukan implementasi pilot untuk menguji keterbatasan sistem pembayaran berbasis jasa yang ada, disertai dengan pemetaan penyedia layanan kesehatan yang tersedia dan keterlibatan pemangku kepentingan. Tahap berikutnya adalah integrasi sistem informasi antar fasilitas kesehatan dan pembentukan Korean Community Health Management Network (K-AHCN), yang berfungsi untuk mengelola kinerja kolaboratif para penyedia layanan kesehatan.

Kim Yu dari MD, FAAFP, DABFM dari American Board of Family Medicine mendeksiripsikan lebih lanjut mengenai ACO di United States. Organisasi ACO ini didukung oleh struktur pusat (hub hospitals) yang bertugas mengalokasikan sumber daya berdasarkan kebutuhan pasien, meningkatkan kualitas layanan melalui pendidikan dan program perbaikan mutu, serta mengelola jaringan medis secara keseluruhan. Di tingkat layanan primer, penyedia layanan diharapkan untuk mendaftarkan pasien, mengembangkan rencana perawatan individual, dan memperluas aksesibilitas layanan. Pembayaran dalam sistem ini menggunakan blended payment model, yang mengombinasikan dana prabayar, pembayaran berkala, serta insentif kinerja. Evaluasi performa dilakukan melalui pengukuran kepuasan pasien, utilisasi sumber daya, dan retensi pasien. Skema shared savings diterapkan untuk mendorong efisiensi biaya: penyedia layanan yang berhasil mengurangi biaya sambil mempertahankan kualitas layanan berhak atas tambahan insentif.

Konferensi juga mengangkat perspektif reformasi layanan primer di Australia, yang dibawakan oleh Michael Wright, MBBS, MPH, PhD, FRACGP, GAICD,, yang selama ini mengandalkan fee-for-service melalui Medicare, namun dalam tiga decade terakhir memperkenalkan program seperti Practice Incentives Program (PIP) dan MyMedicare untuk memperkuat pendekatan multidisipliner, meningkatkan akses ke layanan primer, serta mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi kesehatan.

Sesi plenari bertema “Connection & Relation, AI”, yang dimoderatori oleh Sung Sunwoo (Korea) dan Tesshu Kusaba (Jepang), menyoroti pentingnya membangun hubungan berkelanjutan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi digital.

HEE HWANG dari Kakao Healthcare memaparkan bagaimana tantangan utama dalam sistem kesehatan saat ini adalah ketidakmampuan untuk memantau kondisi pasien diantara kunjungan konsultasi. Untuk mengatasi hal ini, Kakao Healthcare mengembangkan Personalized Accessible Supportive Tech-enabled Affordable (PASTA) — platform berbasis AI untuk manajemen diabetes yang lebih holistik.

PASTA memungkinkan pasien diabetes untuk melakukan pencatatan rutin kadar gula darah melalui aplikasi yang langsung terhubung dengan dokter. Data tersebut kemudian diolah menjadi laporan personalisasi, yang tidak hanya mencatat hasil pemeriksaan rutin, tetapi juga mengintegrasikan hasil kunjungan dokter dan memberikan rekomendasi berbasis AI. Aplikasi ini juga memotivasi perubahan perilaku dengan memberikan tantangan gaya hidup sehat, seperti mengingatkan pasien untuk berjalan 1.000 langkah setelah makan atau meningkatkan konsumsi sayuran.

Selain itu, PASTA menawarkan umpan balik langsung dari tenaga kesehatan yang didukung teknologi AI, serta menggunakan fitur pemindaian makanan melalui kamera untuk menilai kualitas nutrisi makanan pasien. Inovasi ini memperkuat kontinuitas perawatan, mempromosikan kepatuhan pasien terhadap terapi, dan mengoptimalkan manajemen penyakit kronis berbasis data. Evaluasi awal satu tahun menunjukkan peningkatan signifikan dalam kebiasaan sehat pasien, penghematan dalam penggunaan alat tes gula darah, serta peningkatan outcome klinis secara keseluruhan.

HEE HWANG juga menguraikan tantangan besar dalam pengelolaan data kesehatan: mulai dari data rumah sakit yang tidak terstruktur, sulitnya standarisasi, hingga isu privasi data untuk riset multisite. Untuk menjawab tantangan ini, Kakao Healthcare membangun sistem federated learning yang memungkinkan pengolahan data secara aman tanpa harus memindahkan data dari masing-masing institusi. Mereka juga merekonstruksi data sensitif untuk analisis prediktif penyakit, saat ini bekerja sama dengan 17 rumah sakit di Korea.

Melalui sesi ini, konferensi menegaskan pentingnya adopsi sistem pembayaran berbasis nilai dan pemanfaatan teknologi digital untuk memperkuat hubungan antara pasien dan penyedia layanan, serta meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan layanan kesehatan di masa depan.

Implikasi pada Kebijakan

Transformasi menuju value-based care menuntut reformasi sistem pembayaran untuk mendorong pelayanan yang berorientasi pada kualitas dan hasil pasien. Pengalaman Korea dan Australia menunjukkan pentingnya integrasi layanan primer dan rumah sakit, penggunaan blended payment model, serta insentif berbasis performa. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital seperti AI dan pengelolaan data terstandar menjadi kunci memperkuat koordinasi antar penyedia layanan. Reformasi ini perlu diikuti dengan dukungan regulasi, pembiayaan berkelanjutan, dan penguatan kapasitas data kesehatan.

Reporter:
dr. Likke Prawidya Putri, MPH, PhD (PKMK UGM)

Isu seputar pemanfaatan teknologi digital untuk pembiayaan kesehatan yang lebih efisien dan efektif

Data driven decision making for health: leveraging claims data

Sejumlah besar data secara rutin dikumpulkan oleh sistem kesehatan di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah saat ini. Hal yang paling relevan adalah adanya database yang berisi informasi yang ditangkap sebagai bagian dari episode pemanfaatan yang sering tersedia dari penyelesaian klaim, atau sebagai bagian dari sistem informasi manajemen kesehatan. Data ini merupakan sumber informasi real-time yang berpotensi kuat untuk digunakan sebagai perencanaan kesehatan populasi tetapi seringkali tidak dieksploitasi sebanyak mungkin untuk menginformasikan pembuatan kebijakan.

Ada beberapa karakteristik data ini yang membedakannya dari sumber informasi kesehatan yang lebih tradisional, misalnya, data ini umumnya tidak mewakili populasi karena hanya mampu menangkap informasi secara terbatas hanya dari sebagian dari mereka yang memiliki cakupan atau terbatas pada mereka yang menggunakan layanan. Selain itu, ini sering kali merupakan ‘data besar’: besar, kompleks, dan relatif jarang, membuatnya lebih mudah diterima dengan prediktif daripada analitik kausal.

Sesi ini dirancang sebagai workshop agar peserta belajar bagaimana menerapkan konsep inti analitik data ke database klaim perawatan kesehatan untuk analisis kebijakan sistem kesehatan. Sesi ini dirancang untuk memberikan pemahaman tentang manajemen, analisis, dan interpretasi data perawatan kesehatan yang beragam tetapi dengan fokus khusus pada analisis episode pemanfaatan yang secara rutin dikumpulkan untuk menyelesaikan klaim. Peserta dihadapkan pada berbagai topik, termasuk paparan mendalam terhadap konsep analitik dasar; berbagai metodologi berbeda yang digunakan untuk mengumpulkan data; berbagai teknik untuk menganalisis data tersebut dengan tepat; dan panduan tentang bagaimana menyajikan hasil analisis tersebut.

Beberapa latihan analitik yang digunakan adalah menilai lama tinggal untuk episode rawat inap, menghitung tingkat rawat inap yang berpotensi dicegah dari kondisi sensitif rawat jalan, memahami pola pemanfaatan untuk pasien berbiaya tinggi dengan kebutuhan tinggi, menganalisis tingkat persalinan operasi caesar, serta contoh penggunaan data klaim perawatan kesehatan untuk menilai dampak polusi udara dan gelombang panas.

Connecting technology and sustainable financing for human-centred healthcare

AI, analitik big data, dan teknologi lainnya dapat digunakan untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya untuk sistem kesehatan, mengurangi biaya administrasi, meningkatkan intervensi yang targeted dan memastikan bahwa masyarakat memiliki akses yang adil dan aman sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka.

Bagaimana kita bisa membuat AI adil bagi umat manusia? Apa pertimbangan dan perlindungan etika dan tata kelola untuk memastikan bahwa bahkan orang-orang yang paling terpinggirkan dalam masyarakat dapat menuai manfaat sementara potensi bahaya diminimalkan? Diskusi para panelis mencakup identifikasi dan kerahasiaan pasien, sistem pembayaran otomatis untuk penyedia layanan kesehatan; analitik data untuk mengidentifikasi intervensi hemat biaya, alokasi kesehatan masyarakat dan rencana kesehatan individu, dan deteksi penipuan/ fraud bertenaga AI dalam klaim asuransi kesehatan.

Machine learning dan teknologi digital lainnya dapat membantu pemerintah menyelaraskan investasi kesehatan dengan prioritas nasional untuk mencapai SDGs, termasuk UHC. Hal ini termasuk investasi dalam promosi kesehatan, dan pencegahan dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular. Namun, di sisi lain, para panelis menyoroti pentingnya menambahkan pertimbangan etis, peraturan, standar, dan mekanisme tata kelola dalam desain, pengembangan, dan penerapan sistem berbasis AI, termasuk pengawasan peraturan untuk transparansi, keamanan, konsistensi, dan kualitas.

Innovative Technologies to Leverage Health Financing for UHC

Pembiayaan kesehatan adalah salah satu blok bangunan sistem kesehatan dan teknologi kesehatan digital telah mengubah cara bagaimana pembiayaan kesehatan diorganisir. Fungsi pembiayaan kesehatan biasanya termasuk (1) penggalangan pendapatan (sumber dana, termasuk anggaran pemerintah, skema asuransi prabayar wajib atau sukarela, pembayaran langsung oleh pengguna, dan bantuan eksternal), (2) pengumpulan/pooling dana (akumulasi dana prabayar atas nama beberapa atau semua populasi), dan (3) pembelian layanan (pembayaran atau alokasi sumber daya kepada penyedia layanan kesehatan).

Teknologi digital dapat mengubah sifat proses bisnis dan interaksi antar aktor. Teknologi menawarkan potensi efisiensi untuk merampingkan proses dan mengurangi kemungkinan  penipuan/ fraud, meningkatkan pengumpulan pendapatan melalui aplikasi dompet seluler, misalnya, dan berpotensi meningkatkan kesetaraan dengan memperluas akses ke perawatan melalui telehealth, misalnya, jika ditanggung oleh skema asuransi publik. Pembelian strategis dapat memanfaatkan penilaian teknologi kesehatan (Health Technology Assesment/ HTA) dan ketersediaan data dapat memungkinkan keputusan berdasarkan bukti. Pada tingkat individu, teknologi digital untuk kesehatan memungkinkan rumah tangga untuk mengelola uang mereka dengan lebih baik menggunakan teknologi. Namun, ada juga risiko seperti potensi meningkatnya ketidaksetaraan, kebutuhan investasi awal yang besar, dan potensi fragmentasi. Keamanan data dan interoperabilitas sistem adalah perhatian utama dalam penerapan teknologi digital. Tantangan-tantangan ini membutuhkan solusi inovatif yang dapat membuka jalan bagi penggunaan teknologi kesehatan digital untuk pembiayaan kesehatan dan memastikan bahwa pembiayaan untuk kesehatan dapat berkelanjutan, memadai, adil, dan efisien.

Sesi ini membahas isu-isu utama pada penerapan teknologi kesehatan digital di seluruh fungsi pembiayaan kesehatan (pengumpulan, pengumpulan, dan pembelian), yaitu:

  • Penggunaan AI untuk audit atau deteksi penipuan, pemborosan, dan penyalahgunaan dalam pembiayaan kesehatan
  • Penilaian Teknologi Kesehatan (HTA) teknologi kesehatan inovatif
  • Solusi pembayaran cerdas untuk pembiayaan kesehatan bagi pembayar dan penyedia
  • Efisiensi terkait digitalisasi proses

Pembicara termasuk Big Data Institute (Thailand), Asian Development Bank (ADB) dan BPJS Kesehatan (Indonesia).

 

Link Terkait

  1. Isu seputar pemanfaatan teknologi digital untuk pembiayaan kesehatan yang lebih efisien dan efektif
  2. Isu seputar pengembangan kapasitas tenaga kesehatan di era teknologi digital
  3. Pemanfaatan teknologi digital untuk pelayanan Kesehatan di isu-isu prioritas global
  4. Isu seputar tata kelola dan etika pemanfaatan teknologi digital