Laporan Program Pengembangan Metode Penelitian Kebijakan dan Pelaksanaannya (2012-2013)

Situasi status kesehatan di Indonesia saat ini masih mempunyai berbagai tantangan berat. Ada masalah dengan pemerataan, perencanaan kesehatan yang tidak tepat sasaran, pelaksanaan yang terdesak waktu, belum baiknya kesinambungan dan integrasi antara program kesehatan. Secara geografis masih terdapat ketimpangan antar regional dalam pelayanan kesehatan. Sementara itu di tahun 2014 program BPJS akan berjalan dengan asumsi sudah terjadi pemerataan pelayanan kesehatan.

Sementara itu, kecenderungan regionalisasi dan desentralisasi sistem kesehatan semakin meningkat. Berbagai peraturan baru telah mengatur kebijakan regionalisasi dan desentralisasi. Konsekuensinya, kebijakan di pusat dan daerah harus sambung, tidak boleh terfragmentasi. Di sisi lain, masih ada kekurangan pemahaman mengenai kebutuhan penelitian yang dapat meningkatkan efektifisan pengambilan kebijakan. Dalam dekade 2000an ini berbagai kebijakan nasional dan regional tentang kesehatan terlihat ditetapkan tanpa masukan penelitian.

Sejarah mencatat bahwa beberapa kebijakan besar dilakukan tanpa didahului, didampingi, dan dievaluasi oleh penelitian. Akibatnya, saat ini terjadi kekurangan peneliti dan juga dana penelitian menjadi tidak terperhatikan. Lebih jauh lagi metode penelitian kebijakan kesehatan menjadi tidak terperhatikan.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan saat ini sedang mengembangkan suatu program pengembangan metode penelitian kebijakan kesehatan di Indonesia agar berkompeten dalam merencanakan, melaksanakan serta melakukan advokasi penelitian kebijakan kesehatan berbasis metodologi yang tepat. Tujuan dan manfaat dari pengembangan program ini adalah meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam metode penelitian kebijakan sejak dari menyusun proposal, melaksanakan penelitian kebijakan dan menuliskan hasil serta kemampuan dalam menganalisis, penyebaran hasil penelitan dan advocacy kebijakan kesehatan.

Program ini sendiri telah berjalan selama tiga angkatan yang telah dimulai sejak bulan Juni 2012, yaitu :

Angkatan I    : Juni – September 2012 dengan total peserta 118 peserta
Angkatan II   : September – November 2012 dengan total peserta 74 peserta
Angkatan III  : November 2012 – Januari 2013 dengan total peserta 65 peserta

Saat ini masih dikembangkan untuk angkatan IV dengan fokus pada Kebijakan Medik.

Berdasarkan hasil seleksi pada tiap angkatan, telah terpilih 5-6 pemenang dari masing-masing angkatan. Berikut ini adalah kemajuan dari penelitian tersebut :

  1. ANGKATAN I

    No

    Judul Penelitian

    1

    Kebijakan Pengadaan Dokter Spesialis Kaitannya Dengan Kemudahan Geografis Di Kota Pasuruhan

    2

    Kebijakan dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Sampang

    3

    Analisis Kebijakan Jaminan Persalinan Dalam Meningkatkan Persalinan Tenaga Kesehatan

    4

    Kebijakan Pelaksanaan Pemeriksaan Dini Defisiensi Enzim G6PD Sebelum Mendapatkan Terapi Malaria Dapat Menurunkan Angka Keguguran, Kematian Ibu dan Anak Serta Anemia di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

    5

    Kebijakan Jaminan Persalinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus 5 Kabupaten / kotamadya Yogyakarta) tahun 2012

     

  2. ANGKATAN II

    No

    Judul

    1

    Desentralisasi dan Pengambilan Keputusan (Decision Space, Kapasitas Institusi dan Akuntabilitas) di  propinsi Jawa Barat

    2

    Dukungan Anggota Legislatif terhadap Perda KTR Kota Medan

    3

    Kebijakan Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di Industri Plywood Samarinda Kalimantan Timur.

    4

    Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Jamsoskes Sumatera Selatan Semesta menyambut Universal Health Covarage

    5

    Studi kebijakan penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Padang Panjang Tahun 2012

    6

    Studi Kebijakan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan daerah di Kota Padang Tahun 2013

     

  3. ANGKATAN III

    No

    Judul

    1

    Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin Terhadap Status Kelahiran dan Kejadian Stunting Baduta Indonesia (Analisa Data IFLS 1993-2007)

    2

    Analisis Kebijakan Jaminan Kesehatan Kota Bengkulu Dalam Upaya Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan di Puskesmas

    3

    Analisis Kebijakan Mengenai Merokok di Kota Makassar

    4

    Implementasi Kebijakan BOK Tingkat Puskesmas di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan 2012 (Studi Kasus di Kabupaten Sabu Raijua)

    5

    Perancangan dan Penyusunan Naskah Akademik Untuk Kebijakan Pengangkatan, Penempatan dan Pemberhentian Dokter Spesialis di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu


    Silakan klik pada judul penelitian tersebut untuk melihat progress report masing-masing penelitian.

Row over Indonesia new-born ‘denied treatment’

An Indonesian health official has acknowledged a shortage of intensive care units for babies, after the case of a new-born shocked the nation.

Five-day-old Dera Nur Anggraini died on Saturday due to breathing difficulties.

Her father said she was refused treatment by at least eight public and private hospitals.

Dien Emawati, head of Jakarta’s public health office, said some of the hospitals had no neo-natal intensive care units or had been full.

The case of baby Dera has turned into a national media frenzy, with newspapers and television channels following it relentlessly, says the BBC’s Karishma Vaswani in Jakarta.

She was born with a throat deformity and her family said all attempts to get her admitted to a bigger hospital for treatment failed.

Her father has also been quoted as saying that he could not afford to pay the fees requested at one private hospital.

Dera’s twin sister, Dara, is reportedly being treated at a hospital in Jakarta, with her condition is improving.

Ms Emawati acknowledged that there was a shortage of facilities for new-borns requiring intensive care in the capital.

She said there are only 143 neo-natal ICU units in government and private hospitals in Jakarta, a city with a population of 10 million people.

In 2011, Indonesia passed an ambitious healthcare law pledging to provide health insurance to all of the country’s 240 million citizens from January 2014, our correspondent adds.

But critics have questioned the sense of such a law when current healthcare facilities are already heavily over-burdened and under-resourced.

(source: www.bbc.co.uk)

Sambut Jamkesnas, Depkes Tambah 16.500 Tempat Tidur

Jakarta – Untuk menyambut akan diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) mulai 1 Januari 2014, Departemen Kesehatan berencana menambah 16.500 tempat tidur di rumah sakit dan puskesmas pada 2013. Upaya pemenuhan dilakukan dengan menimbang tingkat utilitas rumah sakit di suatu daerah atau bed occupancy ratio (BOR).

“Jika BOR di satu kabupaten atau kota masih rendah, maka ia belum menjadi prioritas walaupun menurut perhitungan masih ada kekurangan,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam rapat evaluasi persiapan pelaksanaan Jamkesnas yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Kantor Wapres, Rabu (6/2).

Menurut Nafsiah, setelah ada tambahan 16.500 tempat tidur itupun, pada 2013 pemerintah menghitung masih ada kekurangan 70.421 tempat tidur. Kekurangan ini rencananya akan dipenuhi pada 2014.

Menanggapi hal ini, Wapres meminta Kemenkes menyusun sebuah sistem informasi terpadu yang secara online terus memperbarui basis data terperinci tentang pusat-pusat layanan kesehatan, baik rumah sakit maupun puskesmas. “Saya harapkan sistem ini selesai pada 2013, agar bisa kita pakai untuk mengambil keputusan,” ujarnya.

Sistem informasi kesehatan itu berisi data yang terperinci mengenai jumlah dokter, tenaga medis, persediaan obat, kapasitas, maupun lokasi yang dilengkapi dengan koordinat geospasial dan foto terakhir.

Selain itu, Boediono juga mengingatkan agar Kemenkes bersama-sama Kemendagri merumuskan pembagian peran dengan pemerintah daerah secara lebih jelas. “Harus benar-benar ada garis batas yang jelas. Ini penting karena nanti akan ada integrasi antara Jaminan kesehatan secara nasional dan jaminan kesehatan yang diselenggarakan daerah,” sambungnya.

Sebelumnya Wapres menekankan pada pentingnya persiapan sisi pasokan (supply) yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Pasokan ini termasuk dokter, tenaga medis, infrastruktur, obat-obatan, aturan dan ketentuan, termasuk juga persiapan pembiayaannya.

“Ini aspek-aspek penting yang harus kita selesaikan. Saya minta semua kementerian dan lembaga yang bertanggung jawab di bidang kesehatan mengambil langkah-langkah dan rencana aksi yang konkrit,” tutur Wapres.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyampaikan, ada beberapa hal yang memang memerlukan perhatian. Untuk mengatasinya, Kemenkes membutuhkan dukungan kerja sama dengan kementerian maupun lembaga lain. Misalnya, untuk memenuhi jumlah dokter dan tenaga kesehatan atau meningkatkan kapasitas rumah sakit.

(sumber: www.suaramerdeka.com)

Program Pengembangan Metode Penelitian Kebijakan Dengan Fokus Pada Kebijakan Medik

banneridrc

 

Silahkan klik tombol untuk melihat isi Bab.

bab1

bab2

bab3

bab4

bab5

bab6

Proses Pembelajaran                            

bab7

bab8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Silahkan Klik pada Modul untuk melihat isi halaman


Formulir pendaftaran secara online

Formulir Pendaftaran (word document) Formulir_Pendaftaran.docx

Informasi Lebih Lanjut:

Angelina Yusridar
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jl. Farmako, Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp/Fax. +62274 – 549425 (hunting)
Mobile. +628111 498 442
Email : Angelina_yusridar@rocketmail.com

 

Rumah Sakit Swasta Boleh Tak Ikut SJSN

Jakarta, Pada tahun 2014 nanti, seluruh masyarakat itu sudah tercakup jaminan kesehatannya dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Artinya, tidak ada warga negara Indonesia yang tidak bisa berobat karena masalah biaya. Pihak rumah sakit diminta mempersiapkan diri menghadapinya.

“Sistemnya adalah asuransi kesehatan, di mana ada yang membayar premi, ada kegotongroyongan antar peserta. Peserta untuk fakir miskin dan tidak mampu dibayar oleh pemerintah. Yang sudah bekerja membayar 5 persen, di mana 2 persen di bayar yang bersangkutan, 3 persen dibayar oleh pemberi kerja,” kata Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi dalam acara peresmian RS Bethsaida, Serpong, Rabu (12/12/2012).

Menkes menjelaskan pada peserta yang sudah bekerja, sistemnya mirip dengan asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil. Namun bagi peserta yang mampu membayar premi sendiri, boleh memilih membayar melalaui SJSN ataupun asuransi swasta.

SJSN sendiri tidak bersifat mengikat mutlak karena bisa disinergikan dengan pihak asuransi swasta. Selain itu, rumah sakit swasta yang tidak berminat juga sah-sah saja jika tidak ikut bergabung dengan SJSN. Namun bagi yang ingin bergabung, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

“RS swasta boleh ikut ataupun tidak ikut. Kalau yang mau ikut, maka dia paling tidak harus menyiapkan pelayanan kelas III sehingga tidak akan menolak pasien yang menjadi anggota Jamkesmas. Begitu juga Askes, ada RS swasta yang sepakat bekerja sama dengan PT Askes, maka PNS yang sakit bisa ke rumah sakit tersebut sesuai standarnya,” terang Menkes.

Untuk mempersiapkan pelaksanaan SJSN ini, pemerintah tengah berupaya mengembangkan pelayanan dan fasilitas rumah sakit. Tak hanya untuk menyambut penerapan SJSN saja, melainkan untuk membendung makin banyaknya pasien di Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar ngeri.

Menurut Tanto Kurniawan, President Comisioner RS Bethsaida Serpong, yang membedakan antara rumah sakit di dalam dan luar negeri sebenarnya adalah persepsi pasien. Kebanyakan orang Indonesia masih menganggap kalau berobat ke luar negeri lebih besar tingkat kesembuhannya. Apalagi pelayanan dokter di tanah air juga ada yang masih kurang ramah.

“Persepsi itu yang harus diubah bahwa dokter-dokter di sini banyak yang bagus juga. Di Indonesia juga biasanya dokter memposisikan diri sebagai pihak yang super, tahu segala-galanya. Pada saat ditanya pasien biasanya tidak mau memberi tahu. Rumah sakit yang modern seharusnya tidak begitu. Adanya keyakinan daripada para pasien akan menyababkan kesembuhan bisa lebih cepat,” terang Tanto.

(sumber: health.detik.com)

Bab VI. Proses Pengembangan

peng

 

Bab VI. Proses Pengembangan

– Kurikulum dan Metode Pembelajaran
– Proses Pembelajaran

Kurikulum dan Metode Pembelajaran

Ruang lingkup materi yang akan disampaikan dalam pelatihan ini meliputi beberapa modul:

  1. Modul Jarak Jauh I;
  2. Modul Tatap Muka selama 2 hari;
  3. Modul Jarak Jauh II yang meliputi:
    1. Modul Pelaksanaan Penelitian;
    2. Modul Pelaksanaan Advokasi; dan
    3. Modul Presentasi Hasil Pelaksanaan dan Advokasi

A. Modul Jarak-Jauh

Modul Jarak jauh tersusun atas 3 modul: 
Modul 1. Memahami Ilmu Kebijakan dan Isi Kebijakan;
Modul 2. Metode Riset untuk Kebijakan
Modul 3. Melakukan translasi hasil-hasil riset kebijakan ke pengambil keputusan

Dalam mempelajari modul jarak jauh, para peserta diharapkan mengalokasikan waktu tiap harinya secara efektif. Waktu tersebut digunakan untuk membaca berbagai sumber belajar dan menuliskan tugas. Para peserta diharuskan mengirimkan tugas berdasarkan jadual kegiatan yang ada di setiap modul.

Sumber belajar:

Program pengembangan ini bersifat digital. Sumber belajar diusahakan semaksimal mungkin dapat diakses melalui internet. Sumber belajar dapat berupa situs web yang terkait, laporan workshop, pelatihan, sampai ke berbagai artikel ilmiah yang bersifat open-access.
Pintu utama untuk mencari referensi adalah pada: www.kebijakankesehatanindonesia.net . Pintu utama ini akan membuka banyak jalur ke sumber belajar dalam negeri ataupun luar negeri.

Sebagian bahan belajar akan diberikan alamat aksesnya, namun para peserta diharapkan mencari sendiri berbagai sumber bacaan lain, termasuk yang harus membayar dengan dana sendiri (bukan open-access). Dengan model belajar ini para peserta akan mendapatkan kepustakaan terbaru yang ada di dunia pengetahuan, dan komputer yang ada menjadi perpustakaan pribadi di manapun berada.

Apabila menggunakan buku cetak, diusahakan agar buku tersebut dapat dibeli di toko buku setempat atau dipesan melalui internet. Salahsatu anjuran adalah para peserta diharapkan mempunyai buku-buku tentang ilmu kebijakan dan penelitian kebijakan yang berasald dari ilmu-ilmu sosial. Contoh pengarang yang terkenal adalah William Dunn yang bukunya sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan dapat dibeli di berbagai toko buku dan melalui toko buku on-line.