Risiko Kesehatan Masyarakat Indonesia Meningkat

Membanjirnya berbagai produk pangan impor yang belum terjamin keamanannya, risiko kesehatan masyarakat Indonesia akibat konsumsi pangan semakin meningkat. Saat ini kebijakan impor komoditas pertanian melonjak menjadi 70 persen dari sebelumnya yang hanya 20-30 persen.

“Dari 225 item buah-buahan yang dijual di supermarket, 60-80 persen merupakan produk impor. Angka impor pangan pada Januari-November 2012 mencapai Rp 92,5 triliun, angka yang sangat besar,” kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor Ahmad Sulaeman dalam Diskusi Diversifikasi Pangan di Aula Kantor Redaksi HU Pikiran Rakyat Jln. Soekarno Hatta Bandung, Selasa (12/11/2013).

Menurut Ahmad, meningkatnya risiko pangan ditunjukkan dengan munculnya berbagai penyakit baru serta penyakit berat yang kini banyak diidap masyarakat. Selain itu muncul berbagai perilaku menyimpang yang semuanya berawal dari konsumsi makanan.

“Autis, homoseksual, itu tidak jauh-jauh dari panganan. Menyebabkan anak-anak dan yang kelompok rentan terkena penyakit serius. Juga penyakit jangka panjang, seperti ginjal, tumor, kanker, dan penyakit berat lainnya,” ucapnya.

Menurut Sulaeman, sudah saatnya Indonesia kembali ke pangan lokal. Tidak perlu menggunakan banyak pestisida karena pestisida yang berfungsi memandulkan serangga berdampak buruk jika termakan oleh manusia, salah satunya adalah mengurangi tingkat kemaskulinan. “Yang sekarang justru menjadi tren dunia adalah agribisnis lokal dan produk yang menyehatkan, bukan hanya tidak mengandung racun tapi juga memiliki manfaat kesehatan,” katanya.

Sementara itu, Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat yang juga staf Pengajar IPB Yayuk Farida Baliwati mengatakan pola konsumsi pangan yang beragam dan bergizi melalui diversifikasi pangan masih belum diaplikasikan dengan baik. Sebab sampai saat ini orientasi dari pola konsumsi masyarakat di Indonesia masih pada orientasi kenyang saja.

“Berdasarkan data konsumsi pangan di Jabar sebetulnya sudah melebihi standar minimal dan melebihi anjuran. Namun untuk mutu keseimbangan gizi penduduk Jabar masih 2/3nya. Karena hanya berorientasi pada kenyang saja. Komposisi gizi seimbang belum terpenuhi masih 70 persen,” tuturnya.

Yayuk menuturkan, yang sudah memenuhi standar minimal baru padi-padian atau pemenuhan sumber energi. Sementara sumber lainnya seperti sayur, buah masih belum terpenuhi.

“Konsumsi padi-padian anjurannya 1000 kilokalori/orang/hari, faktanya 1218 kilokalori/orang/hari. Kemudian pangan hewani yang dikonsumsi 160 kilokalori/orang/hari dari yang seharusnya 240 kilokalori/orang/hari. Sayur dan buah, anjurannya 120 kilokalori/orang/haru tapi baru terpenuhi 65 kilokalori/orang/hari,” ungkapnya. (A-157/A-147)***

sumber: www.pikiran-rakyat.com

 

RUU Keperawatan Tak Berbenturan dengan UU Sejenis

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nova Riyanti Yusuf mengatakan dengan adanya UU Keperawatan nantinya tenaga perawat akan mendapat pendidikan khusus keperawatan yang diharapkan bisa membantu dokter secara profesional.

“Nantinya perawat mendapat pelimpahan wewenang dari dokter untuk menjalankan tugas-tugas kedokteran ketika dokter tidak ada atau dalam waktu darurat. Karena itu RUU ini harus disahkan selambat-lambatnya pada akhir 2013 ini,” kata Nova Riyanti Yusuf dalam diskusi ‘RUU Keperawatan’ bersama Staf Ahli Menteri Kesehatan Prof. dr. Budi Sampurna, dan Sekjen PP PPNI Harif Fadilah di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (17/9/2013).

Nova menegaskan RUU Keperawatan yang sedang dibahas di Panja DPR RI sekarang ini berangkat dengan spirit nasionalisme, di mana banyak daerah terpencil yang tidak memiliki tenaga perawat, sehingga kurang mendapat perhatian kesehatan yang memenuhi standar kesehatan. UU Keperawatan ini diharapkan terjadi pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya di daerah terpencil.

“Jumlah dokter yang terbatas, banyak akademi perawat yang tidak terstandarisasi, dan banyaknya perawat yang dikriminalisasi akibat salah penanganan medis, maka itulah yang menjadi spirit perlunya pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya di daerah-daerah terpencil,” ujarnya.

Politisi Demokrat ini mengatakan Indonesia memerlukan tenaga perawat yang luar biasa, mengingat selama ini terpusat di kota kota besar termasuk tenaga dokter sendiri. Untuk itu RUU Keperawatan menjadi prioritas sejak tahun 2012 dan harus segera disahkan.

Budi Sampurna menjelaskan jika RUU Keperawatan tak akan berbenturan dengan UU Kesehatan, UU Kedokteran, dan UU sejenis, karena hanya akan mengatur dari sisi profesi pekerjaan, dan pendidikannya meliputi praktek, sanksi administratif, pembinaan dan sebagainya.

Sedangkan khusus pendidikannya kata Budi, pengajarnya dosen perawat, dan atau perawat yang sudah diangkat menjadi dosen keperawatan.

“Jadi, dalam pendidikan keperawatan ini tak ada yang namanya konsultan, melainkan tetap dosen. Tapi, yang terpenting pemerataan pelayanan perawat di daerah-daerah di tengah sulitnya anggaran untuk mencetak tenaga dokter profesional,” katanya.(js)

sumber: www.tribunnews.com

 

RUU Pendidikan Kedokteran Belum Disepakati

Jakarta, PKMK. Sejumlah poin dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) di Rancangan Undang-undang (RUU) Pendidikan Tinggi Kedokteran, belum disepakati oleh Komisi X DPR RI dengan Pemerintah Indonesia. Meskipun begitu, diharapkan bahwa dalam konsinyering yang akan berlangsung minggu depan, kesepakatan bisa tercapai. Maka, dalam masa sidang ini, RUU tersebut diharapkan bisa disahkan menjadi UU, ungkap Agus Hermanto, ketua Komisi X DPR RI di Jakarta (19/6/2013).

Tim perumus dan tim sinkronisasi RUU tersebut akan segera dibentuk oleh Komisi X dan Pemerintah Indonesia. Itu agar materi RUU tersebut dirapikan sebelum disahkan menjadi Undang-undang Pendidikan Tinggi Kedokteran. Apa saja poin yang belum disepakati? “Yang belum disepakati itu sangat banyak. Tapi sekali lagi, kita mengharapkan bahwa semua itu selesai dalam konsinyering minggu depan.”

Komisi X dan Pemerintah Indonesia pun menyambut baik bila organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kembali berniat memberi masukan untuk RUU tersebut. Itu tentu akan memberi khasanah baru terhadap materi RUU. Akan tetapi, masukan tersebut kemungkinan besar tidak mengubah DIM yang hampir disepakati Komisi X dan Pemerintah Indonesia. Pembahasan RUU tersebut sudah mendapat enam kali perpanjangan masa sidang dari Sidang Paripurna DPR. “Pokoknya, kami ingin itu selesai di masa sidang ini yang tinggal sebulan. Kalaupun meleset lagi, ya paling-paling diperpanjang satu masa sidang lagi,” ucap Agus.

RS Siloam Manado Kurangi Pasien Berobat ke Malaysia

15mei

15meiJakarta, PKMK. Keberadaan Rumah Sakit (RS) Siloam di Manado, Sulawesi Utara, bisa mengurangi jumlah pasien kelas menengah ke atas yang berobat ke Malaysia. Sebab, fasilitas berobat yang ditawarkan RS Siloam di Manado sama dengan di Malaysia bahkan lebih baik, ungkap Cixo Sianipar, PR Corporate Siloam Hospitals, di Jakarta (15/5/2013).

Selanjutnya, kelak kehadiran RS Siloam di kawasan lain Indonesia Timur seperti Ambon (Maluku) dan Papua Barat, juga bisa mengurangi jumlah warga yang berobat ke luar negeri. “Memang, selama ini RS swasta di Indonesia Timur masih sedikit, khususnya yang menyediakan layanan spesialis. Maka kami melakukan ekspansi ke kawasan yang belum dijamah pemain RS swasta yang lain,” kata Cixo. Peralatan medis canggih yang dihadirkan di RS Siloam di Jakarta, juga dihadirkan di Indonesia Timur. Semaksimal mungkin, kualifikasi peralatan medis di Indonesia Timur setara dengan di Jakarta. Kata Cixo, “Hanya saja, kuantitasnya mungkin tidak sama. Misalnya, kalau di Jakarta ada dua atau tiga catch lab, di Kupang cukup satu.”

Di Makassar, Sulawesi Selatan, manajemen RS Siloam bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin untuk pengadaan ataupun pelatihan dokter. Di kota lain di Indonesia Timur, tidak tertutup kemungkinan bahwa pola serupa digunakan. “Kami pun akan mengutamakan tenaga medis putra daerah, porsi mereka sampai 98 persen dan didampingi tenaga ahli dari Jakarta,” Cixo mengatakan.

Dapat dikatakan bahwa segmen pasien yang dibidik RS Siloam di Indonesia Timur, campuran, yaitu segmen menengah ke bawah ataupun atas. Cixo menampik anggapan bahwa RS Siloam identik dengan layanan pengobatan yang mahal. “Dengan membidik segmen pasar bervariasi, kami membuat subsidi silang. Pasien kaya menyubsidi yang tidak mampu,” ujar Cixo. Siloam Hospitals menargetkan mempunyai 77 buah rumah sakit di tahun 2017. Saat ini, RS yang sedang dibangun ada di Padang (Sumatera Barat), Medan (Sumatera Utara), dan Kupang (Nusa Tenggara Timur).

 

RS Islam Harus Berbadan Hukum

Jakarta, PKMK. Dampak kewajiban rumah sakit swasta Islam yang tidak memiliki badan hukum khusus rumah sakit dapat terjadi pada banyak pihak. Dari empat rumah sakit Islam di Jakarta saja, jumlah orang terdampak itu mencapai setidaknya 8 ribu orang. Bila empat rumah sakit itu tidak beroperasi akibat tidak adanya hukum itu, orang-orang tersebut berpotensi dirugikan karena tidak bisa berobat ataupun bekerja, ungkap M. Iqbal Rais, Wakil Sekretaris Majelis Pembina Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (7/5/2013).

Iqbal mengatakan, empat rumah sakit itu adalah RSIJ Cempaka Putih, RS Islam Pondok Kopi, RS Islam Sukapura, dan RSJ Islam Klender. Empat rumah sakit itu menampung pasien rawat jalan rata-rata 1.967 orang per hari. Sedangkan angka rata-rata pasien rawat inap adalah 617 orang per hari. Dalam sebulan ataupun setahun, angka pasien tersebut tentu lebih banyak lagi. Total pegawai di empat rumah sakit itu sebanyak 2.845 orang. Itu terdiri dari dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis, dan tenaga non-medis. “Semua orang itu berpotensi dirugikan karena empat rumah sakit itu kini tidak punya badan hukum khusus rumah sakit,” ujar dia.

Lebih jauh dia mengatakan, Asosiasi Rumah Sakit Nirlaba (Arsani) mendukung langkah judicial review yang sekarang dilakukan Muhammadiyah pada sejumlah pasal ataupun ayat yang ada dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang mengharuskan adanya badan hukum khusus itu. Dalam Arsani, selain rumah sakit Islam, ada kelompok rumah sakit Katolik, Protestan, dan swasta biasa. “Mereka mengatakan, keharusan punya badan hukum khusus itu menyulitkan. Kalau misalnya akan berubah dari rumah sakit biasa ke rumah sakit pendidikan, repot,” ucap Iqbal. Rumah sakit yang dikelola oleh Al Irsyad, Carolus, dan Atmajaya, juga berpotensi terdampak oleh keharusan memunyai badan hukum khusus itu.

Rumah Sakit Perlu Kenali Teliti Karakteristik Bencana

Jakarta, PKMK. Pengelola rumah sakit (RS) perlu mengenali karakteristik bencana. Dengan demikian, RS dapat menyusun langkah-langkah kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. “Hal yang perlu diperhatikan bahwa tiap bencana mempunyai karakteristik tersendiri yang terkait erat dengan jenis masalah yang dapat diakibatkannya,” kata dr. Wily Pandu Ariawan dari Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan RI, di Jakarta (25/4/2013). Berbicara dalam Emergency Summit yang diadakan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Wily menyampaikan hal tersebut melalui pengenalan karakteristik bencana yang mengancam, pengelola RS dapat mengetahui perilaku ancaman. Gempa bumi memiliki sejumlah karakter seperti terjadi mendadak tanpa pertanda, dan berdampak ke struktur bangunan/infrastruktur. Adapun masalah kesehatan terbesar dari gempa bumi adalah kasus trauma. Disini, evakuasi dan tindakan medis perlu dilakukan secepat mungkin. Persoalan lain yang muncul adalah kesulitan untuk akses dan mobilisasi bantuan.

Karakter bencana tsunami, tentu saja berbeda dengan gempa bumi. Tsunami didahului oleh sejumlah tanda seperti gempa dan air laut surut. Gelombang tsunami bisa sangat destruktif, dan sangat menghantam struktur bangunan ataupun infrastruktur. Sementara, permasalahan akibat tsunami antara lain waktu evakuasi yang singkat, dan perlunya tindakan medis selekasnya. Masalah kesehatan yang paling banyak pasca tsunami adalah korban meninggal dan luka trauma. Usai tsunami ataupun gempa dahsyat, beberapa hal yang perlu dihitungi dalam persiapan bantuan medis. Beberapa diantaranya bencana tersebut terjadi siang atau malam? Bila terjadi malam hari, hal yang perlu disiapkan bila bencana itu terjadi malam hari adalah kantung jenazah yang banyak dan lain-lain. Kemudian, dalam bencana banjir, masalah yang timbul adalah problem kesehatan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah penyakit menular ataupun penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB). Belakangan ini pun, bencana puting beliung sering terjadi di kawasan yang sebelumnya tidak pernah dilewati angin tersebut. Masalah kesehatan akibat bencana puting beliung adalah banyaknya korban kasus trauma.

RSCM Belum Dapat Kejelasan Kedatangan Bayi Edwin

Jakarta, PKMK. Manajemen Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, sampai saat ini belum memperoleh kejelasan tentang pemindahan bayi Edwin Sihombing (2,5 bulan) dari Rumah Sakit Harapan Bunda (Jakarta Timur). RSCM belum menerima surat rujukan dari manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda. “Sejak Jumat lalu, kami memang mendengar bahwa bayi tersebut dirujuk ke sini. Tapi kami belum mendapat waktu pasti untuk itu,” ujar Wiwin Winarsih, seorang staf hubungan masyarakat RSCM (22/4/2013). Pada prinsipnya RSCM siap merawat bayi tersebut sampai sembuh. “RSCM kan tidak pernah menolak pasien,” Wiwin menambahkan. Lebih jauh ia mengatakan, mungkin saja saat ini perpindahan bayi Edwin ke RSCM masih dalam proses administrasi di Rumah Sakit Harapan Bunda. Termasuk di dalamnya adalah perundingan tentang biaya apa saja yang ditanggung oleh manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda.

Ia lantas meminta agar wartawan situs ini menghubungi direksi rumah sakit buat penjelasan lebih lanjuat. “Silakan mengirimkan dulu surat permintaan wawancara via faksimil.” Berdasarkan pengamatan, sepanjang siang tadi, tidak terlihat ada kesibukan ekstra terkait pemindahan bayi Edwin ke RSCM. Wartawan pun tidak banyak terlihat di rumah sakit besar tersebut. Edwin adalah bayi yang satu jarinya diamputasi setelah dirawat di Rumah Sakit Harapan Bunda. Orang tua Edwin menyatakan bahwa tindakan itu dilakukan tanpa izin keluarga. Akhir pekan lalu, dalam perundingan selama beberapa jam, ada kesepakatan bahwa manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda akan merujuk Edwin ke RSCM; juga menanggung seluruh biaya perawatan.

RS Siloam Dorong Makassar Sebagai Medical Tourism

Jakarta, PKMK – Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo berharap bahwa investasi rumah sakit oleh PT Lippo Karawaci menjadikan Makassar sebagai tujuan medical tourism di Indonesia Timur. Kerja sama Lippo Karawaci dengan masyarakat Sulawesi Utara diharapkan pula membangun komunitas yang lebih sehat. “Kami akan mendukung upaya medical tourism itu sepenuhnya,” ungkapnya saat pembukaan Rumah Sakit Siloam Makassar. Syahrul dalam keterangan pers yang menyatakan sejumlah hal yang menjadi kunci pengembangan layanan kesehatan di Indonesia Timur. Salah satunya adalah kerja sama yang telah dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Makassar, dengan Grup RS Siloam.

dr. Grace Frelita, Direktur Global Quality Development Grup RS Siloam mengungkapkan: “Kami dengan gembira melaporkan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin telah meluluskan kurang lebih 10 dokter Siloam Group yang telah menyandang Ph. D.” Masih ada sekitar 20 orang dokter lagi yang menyusul. Itu semua adalah langkah awal dari kerja sama untuk mencakup pelayanan kesehatan kami di Indonesia Timur. Adapun dr. Gershu Paul, Chief Executive Officer RS Siloam menambahkan Makassar merupakan gerbang menuju ke Indonesia Timur dan telah berkembang menjadi wilayah menarik bagi wisatawan. “Visi kami adalah membangun satu pusat layanan kesehatan standar internasional,” ungkap Gershu.

Kerja sama RS Siloam dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin akan meningkatkan pasokan dokter spesialis. Saat ini, jumlah dokter spesialis di Indonesia Timur masih kurang. Seluruh elemen itu akan menguatkan status Makassar sebagai pintu gerbang ke Indonesia Timur. Paulus Pandiangan, Manajer Public Relation PT Lippo Karawaci menjelaskan, RS Siloam Makassar menelan investasi senilai USD 48 juta. “RS Siloam Makassar adalah satu dari 13 rumah sakit yang dioperasikan Grup Siloam Hospitals. Dan akan jadi penentu pertumbuhan jaringan di Indonesia Timur seperti Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua,” kata mantan editor di Majalah Swa tersebut.

Rokok Sejahterakan Rakyat hanya Mitos

Jakarta – Advokat Muhammad Joni mengatakan bahwa anggapan industri rokok menyejahterahkan masyarakat merupakan mitos belaka. Pasalnya, sebanyak 85 persen saham perusahaan rokok telah dikuasai oleh asing. Sementara Indonesia hanya mati-matian untuk membiayai orang yang sakit karena rokok.

“Sebanyak 85% saham perusahaan rokok dimiliki asing. Keuntungannya terbang ke luar negeri, sementara di Indonesia kita mati-matian membiayai orang yang sakit karena rokok,” katanya dalam konferensi pers di Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Senin (18/3).

“NTB yang merupakan salah satu penghasil tembakau terbesar di Indonesia, justru termasuk daerah termiskin di negeri ini,” sambungnya.

Pada kesempatan itu, Joni juga menyayangkan murahnya harga rokok di Indonesia, ketimbang Singapura dan Malaysia. “Harga rokok sangat murah di Indonesia. Seharusnya cukai berkontribusi terhadap masalah ini. Produk rokok Indonesia harus bisa mematuhi aturan rokok di luar negeri, yang telah disepakati,” paparnya.

Sementara itu, mantan anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Hakim Sorimuda Pohan mengungkapkan bahwa sebanyak 239 ribu orang di Indonesia meninggal akibat rokok per tahunnya. Ironisnya, Pemerintah tak kunjung meratifikasi aturan soal tobbaco control yang dikeluarkan “World Health Organization” (WHO).

“Dari 192 negara anggota WHO, sebanyak 176 negara telah setuju dengan aturan tersebut. Dan, dari 41 negara Asia Pasifik, hanya Indonesia yang tidak menandatangani. Dari seluruh negara ASEAN, Indonesia pula satu-satunya yang tidak setuju,” kata Hakim.

Padahal, selain masalah kesehatan, indrustri rokok juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. “Di Nusa Tenggara Barat (NTB), masyarakat menggunakan kayu bakar untuk mengeringkan tembakau. Akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan. Data dari Dinas Kehutanan NTB setiap tahunnya juga terjadi penggundulan hutan seluas 40 hektare akibat tembakau,” katanya.

Pengurus Harian Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa rokok adalah proses memiskinkan rakyat miskin. “Lebih dari 70 persen perokok di Indonesia berasal dari rakyat miskin. Ini merupakan proses pemiskinan akibat industri rokok,” ujarnya.

(sumber: www.beritasatu.com)

Laporan Riset Kebijakan dan Sistem Kesehatan

banneridrc

 

Program Pengembangan Metode Penelitian Kebijakan dan Pelaksanaanya

Diselenggarakan oleh:
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran UGM
Bekerjasama dengan IDRC Canada

LAPORAN

Silahkan klik tombol untuk melihat isi Bab.

bab1

bab2

bab3

bab4

bab5

bab6

Proses Pembelajaran                            

bab7

bab8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Silahkan Klik pada Modul untuk melihat isi halaman

diagramalur idrc